At Tauhid edisi VIII/17
Oleh: Ndaru Triutomo, S.Si.
Pembaca yang dirahmati Allah ta’ala, setiap kita pasti memiliki permasalahan. Bahkan terkadang sangat berat sehingga benar-benar menguji kesabaran kita.
Sebagian orang ada yang sampai berkata “Kesabaran saya sudah habis”, atau bahkan sampai keluar ucapan “Mengapa
saya tertimpa musibah semacam ini, apa dosa saya, apa kesalahan saya,
padahal saya juga sudah banyak beribadah, sungguh Tuhan tidak adil”.
Ini sebagian contoh perkataan yang sering kita dengar. Namun perkataan
tersebut tidaklah dibenarkan dalam syari’at Islam, bahkan menunjukkan
lemahnya tauhid seseorang.
Pada buletin kali ini, kami akan
mengulas secara singkat mengenai perkara yang sangat penting dimiliki
setiap muslim, yaitu kesabaran.
Sabar Dalam 3 Perkara
Sabar adalah menahan jiwa dan menjaganya
agar tidak sampai melakukan sesuatu yang tidsk selayaknya dilakukan.
Terdapat 3 macam bentuk kesabaran, yaitu sabar dalam ketaatan kepada
Allah, sabar dari menjauhi kemaksiatan kepada Allah, dan sabar dalam
takdir Allah yang menyakitkan dan menyusahkan.
[1] Sabar Dalam Ketaatan Kepada Allah
Sabar jenis ini penting untuk dimiliki
oleh setiap hamba, karena sesungguhnya jiwa seringkali terasa berat
untuk menjalankan berbagai macam ketaatan. Hal tersebut karena jiwa
cenderung menyukai sifat yang jelek, sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya): “Sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.” (QS Yusuf : 53).
Seringkali kita jumpai seorang yang
beramal namun ia tidak bisa kontinu untuk mengerjakannya. Mereka
bersemangat mengerjakan banyak amalan di awal waktu, namun setelah itu
ditinggalkan. Untuk itu dibutuhkan kesabaran agar kita dapat kontinu
dalam beramal, walaupun amalan tersebut sederhana. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim).
Allah ta’ala lebih menyukai
amalan yang kontinu walaupun sederhana, karena hal tersebut lebih dapat
membantu kontinunya suatu amal. Salah satu usaha agar dapat kontinu
dalam beramal adalah dengan berdoa kepada Allah, diantaranya dengan doa:
Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik
(ya Allah, tolonglah aku agar selalu berdzikir/mengingat-Mu, bersyukur
pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu).” (HR. Abu Daud dan Ahmad,
shahih).
[2] Sabar Dalam Menjauhi Kemaksiatan
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) “Surga itu diliputi oleh hal-hal yang tidak menyenangkan, sedangkan neraka itu diliputi oleh hal-hal yang menyenangkan nafsu.”
(HR. Muslim). Maka dibutuhkan kesabaran untuk dapat menjaga diri dari
hal-hal yang menyenangkan hawa nafsu yang pada hakikatnya akan
menjerumuskan kepada neraka. Dan kemaksiatan termasuk perkara yang
disenangi oleh hawa nafsu.
Seorang yang beriman harus mengendalikan
nafsunya dan melihat bahwa kemaksiatan adalah bukan hal yang sepele,
melainkan perkara yang dapat membinasakan dirinya. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata,
”Orang beriman melihat dosa-dosanya seolah-olah ia duduk di bawah
gunung, ia takut gunung tersebut menimpanya. Sementara orang yang fajir
(suka berbuat dosa) melihat dosanya seperti lalat yang lewat di atas
hidungnya.” (HR. Bukhari). Semua itu hanya dapat dilakukan dengan kesabaran.
[3] Sabar Dalam Menghadapi Takdir Allah
Termasuk kedalam rukun iman adalah kita
meyakini adanya takdir atau ketetapan dari Allah ta’ala. Terdapat 2
macam takdir yang menimpa manusia, yang berupa kesenangan dan berupa
kesedihan serta musibah. Pada jenis pertama maka kita wajib bersyukur,
dengan bersyukur Allah akan tambahkan nikmat-Nya. Adapun yang kedua maka
kita wajib bersabar. Dan keduanya (bersyukur dan bersabar) merupakan
amalan ibadah yang memiliki nilai pahala di sisi Allah ta’ala.
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sungguh
menakjubkan perkara seorang mukmin. Semua perkara (yang menimpanya)
adalah kebaikan baginya dan tidaklah hal ini terjadi kecuali hanya pada
diri seorang mukmin. Jika dia mendapat kebahagiaan dia
bersyukur maka hal ini adalah baik baginya. Dan jika tertimpa musibah
dia bersabar maka itu juga baik baginya.” (HR. Muslim). Maka sikap
seorang muslim jika ditimpa musibah adalah bersabar dan yakin bahwa
dibalik musibah yang dialaminya terdapat hikmah dari Allah ta’ala.
Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun” (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami
kembali.)” (QS. Al-Baqoroh 155 – 156).
Selain itu, musibah yang menimpa seorang mukmin merupakan bentuk ujian, sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang
yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”
Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.” (QS Al-Baqoroh : 214).
Allah Bersama Orang-Orang Yang Sabar
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ”Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS Al-Baqoroh : 153). Pada ayat ini, Allah memerintahkan kepada
orang-orang beriman untuk meminta pertolongan dalam perkara dunia dan
akhirat dengan kesabaran dan shalat. Selain itu, ayat yang mulia ini
menunjukkan keutamaan orang yang bersabar yaitu mendapat ma’iyyah (kebersamaan) Allah.
Kebersamaan Allah disini bukan berarti
Dzat Allah berada di mana-mana, di antaranya bersama orang yang sabar
tersebut, karena telah jelas bahwa Allah berada di atas ‘Arsy
sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya), “Tuhan Yang Maha Pemurah Yang bersemayam di atas ‘Arsy”
(QS Thaaha : 5). Kebersamaan Allah dengan hamba-Nya yang disebutkan
dalam Al-Qur’an memiliki 2 makna, yaitu yang bersifat umum dan bersifat
khusus.
Kebersamaan Allah yang bersifat umum
memiliki arti kekuasaan dan ilmu Allah yang meliputi hamba-Nya,
sebagaimana dalam firman Allah (yang artinya), “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
(QS Al Hadid : 4). Kebersamaan jenis ini berlaku umum untuk semua
makhluk-Nya. Adapun kebersamaan pada ayat ini adalah bersifat khusus,
yaitu kebersamaan dalam arti penjagaan dan pertolongan Allah ta’ala
yang selalu menyertai hamba-Nya. Sehingga seluruh perkara yang dirasa
berat, dengan pertolongan Allah akan terasa ringan dan mudah. Demikian
keutamaan orang-orang yang bersabar. (Taisir Kariimirrahman – Syaikh As-Sa’di).
Kesabaran Tidak Ada Batasnya
Sebagian orang menyangka kesabaran
memiliki batas. Maka jika dianggap sudah melewati batas, ia
diperbolehkan untuk bertindak diluar aturan. Anggapan seperti ini
tidaklah benar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
(QS. Az-Zumar: 10). Allah telah menyiapkan pahala bagi mereka yang
sabar dengan pahala yang tak terhitung. Hal ini menunjukkan besarnya
keutamaan orang yang bersabar.
Syaikh As-Sa’di mengatakan dalam
tafsirnya :”Maka Allah menjanjikan bagi orang-orang yang bersabar dengan
pahala yang tak terhitung, yaitu pahala yang tidak terbatas dan tidak
terukur. Hal tersebut tidak dapat terjadi kecuali karena keutamaan dan
kedudukan sabar di sisi Allah”. Jika Allah telah menyiapkan pahala yang
begitu besar bagi orang yang bersabar, maka mengapa kesabaran harus kita
batasi?. Selain itu, kita juga yakin bahwa seluruh permasalahan yang
datang, tidak mungkin melebihi kemampuan yang dimiliki seorang hamba.
Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqoroh 286).
Oleh karena itu segala permasalahan yang
kita alami, niscaya dapat kita selesaikan dengan kesabaran, izin serta
kekuatan dari Allah ta’ala. Kita beriman bahwa Allah adalah
Dzat yang maha kuasa yang memiliki hikmah yang sempurna dalam seluruh
ketetapan yang diberikan kepada makhluk-Nya. Dengan keyakinan seperti
ini maka sudah sepatutnya kita bersabar dengan segala ketetapan yang
terjadi pada kita, dan ingat hal tersebut merupakan ujian bagi kita.
Jika kita mampu bersabar maka Allah akan menaikan derajat kita di
sisi-Nya.
Ujian yang dialami kita jika
dibandingkan dengan para nabi dan rasul maka masih jauh lebih ringan.
Manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi. Dan manusia diuji
sesuai dengan kadar kondisi agamanya. Sebagaimana riwayat dari Mush’ab
bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata, “Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Para
Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan
diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat
(kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka
ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa
akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan
bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi, shahih). Oleh karena itu ketika
kita diberikan ujian, maka ingat masih ada orang yang lebih berat dari
ujian yang kita alami, sehingga dapat membantu kita untuk bersabar.
Pahala Yang Besar Diawal Musibah
Pembaca yang dirahmati Allah ta’ala,
kita telah mengetahui pahala yang sangat besar bagi mereka yang
bersabar. Namun perlu diketahui, pahala sabar tersebut hanya akan
didapatkan oleh orang-orang yang melakukannya di awal terjadinya
musibah. Adapun orang yang bersabar setelah sebelumnya marah, maka itu
juga termasuk perkara yang baik namun tidak mendapatkan pahala yang
dijanjikan.
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), ”Sesungguhnya namanya sabar adalah ketika di awal musibah.”
(HR. Bukhari). Sabar di awal musibah memang sangat sulit untuk
dilakukan, untuk itu Allah menjanjikan pahala yang tidak terbatas bagi
pelakunya. Adapun orang yang tidak bersabar, bahkan mencela takdir, maka
pada hakikatnya ia telah mencela Allah.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak
ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah;
dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi
petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Taghaabun : 11). Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ”Allah
’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela
waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang
membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim). Oleh karena itu ketika kita mengatakan, “Sial sekali hari ini” maka sesungguhnya secara tidak sadar kita telah mencela Dzat yang mengatur waktu, yaitu Allah ta’ala. Kita berlindung kepada Allah dari mencela takdir.
Demikian sedikit pembahasan mengenai
sabar, semoga kita dimudahkan untuk mengamalkannya dan dimasukan ke
dalam golongan orang yang mendapat keutamaan bersabar. [Ndaru Triutomo,
S.Si.]
Description: Keutamaan Bersabar
Rating: 5
Reviewer: Rizal
ItemReviewed: Keutamaan Bersabar
0 comments:
Post a Comment
Mohon maaf komentar yang berisi spam dan kata-kata kotor akan kami hapus. Mari kita jaga etika dalam menulis komentar untuk kebaikan kita bersama. Terima Kasih...