Wednesday, December 26, 2012

Never Give Up!

"Pemuda hari ini adalah Pemimpin di masa depan", itu lah yang terekam dalam sastra arab zaman dulu,
1 kalimat yang mengajarkan harapan besar, azzam yang kuat serta keyakinan yang mendalam. Islam sangatlah menjaga pemuda dan pemudi islam untuk menjadi penerus dalam memegang tampuk kepemimpinan di masa depan, jika dulu ada Thariq bin Ziyad yg mampu menaklukkan Spanyol, Muhammad El Fatih yg menaklukkan Konstantinopel. Di mana pemuda zaman sekarang? pemuda adalah tampuk harapan bangsa, negara dan agama.


Innal fataa man yaquulu haa ana za,
walaisa fata man yaquulu hadza abi.
(Sesungguhnya pemuda adalah yang mengatakan inilah aku
Bukanlah pemuda yang mengatakan inilah bapakku)
Bangunlah wahai pemuda islam, sungguh matahari akan tetap bergerak pada porosnya meninggalkan phahara luka, jika kita tidak menemukan jati diri kita dalam azzam kuat, mari sama-sama kita kembalikan kejayaan islam yang pernah
membelah semua daratan dan benua. Innallaha ma’ana!!

Readmore »

Description: Never Give Up! Rating: 5 Reviewer: Rizal ItemReviewed: Never Give Up!

INI ZONA DAKWAHKU!

Di indonesia banyak banget pemuda-pemudi muslim yang kuliah di berbagai profesi.
Tersadar suatu saat akan timbul pertanyaan dari kita,
Kalau masuk di jurusan psikologi bisa tetap dakwah ga yah ?
Kalau masuk di jurusan kedokteran bisa tetap dakwah ga yah ?
Kalau masuk di jurusan elektro bisa tetap dakwah ga yah ?
Dan kalau masuk di jurusan sastra tetap bisa dakwah ga yah ?
Shahibul muslimin yu kita stop galau, karena sejarah dunia telah membuktikannya.
ada Jabir Ibnu Hayyan, ilmuwan islam yang ahli kimia.
ada Umar Khayyam, ilmuwan islam yang ahli syair.
ada Al Khawarizm, ilmuwan islam yang ahli matematika.
dan ada Ibnu Sina, ilmuwan islam yang ahli kedokteran.

sahabat,
Ketahuilah,
Islam itu luas, Islam itu menyeluruh,
Jangan pernah takut kita tidak bisa berdakwah karena profesi kita saat ini atau profesi kita nanti.
Justru itulah yang akan menguatkan islam.
Bersamanya lah kita akan menjadi seorang master,
Bersamanya pulalah kita akan menguatkan islam.
Dan pada akhirnya kita para pemuda muslim indonesia akan mengatakan pada dunia,
INI ZONA DAKWAHKU!

Sumber : http://fitrahroha.blogspot.com/2012/12/ini-zona-dakwahku.html?m=
Readmore »

Description: INI ZONA DAKWAHKU! Rating: 5 Reviewer: Rizal ItemReviewed: INI ZONA DAKWAHKU!

Friday, December 7, 2012

Jagalah Kehormatan Kaum Wanita

Wanita pada jaman jahiliyah adalah manusia yang dianggap hina dan menjadi tempat untuk bersenang-senang belaka. Wanita bebas diperjualbelikan. Wanita tidak mendapatkan warisan, bahkan wanita (baca : istri) menjadi sesuatu yang diwariskan.

***

Islam adalah agama yang sempurna, yang setiap permasalahan baik dan buruknya telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana dalam sabdanya : “Tidak ada sesuatu pun yang mendekatkan kalian pada surga, kecuali sungguh telah aku perintahkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang mendekatkan kalian ke neraka, kecuali aku telah melarang kalian darnya.” (HR. Abu Bakar Al Hadad; Syaikh Al Albany menghasankannya dalam Ash Shahihah no 2886).

Lantas, bagaimana dengan permasalahan wanita? Bagaimana islam memandang mengenai wanita? Dan apa yang diajarkan Islam dalam upaya menjaga kehormatan wanita?

Wanita Memang Berbeda
Merupakan hal yang fitrah diketahui jika wanita itu berbeda dengan laki-laki. Bahkan hal ini ditegaskan juga oleh Allah Ta’ala dalam firmannya (yang artinya), “Dan laki-laki itu tidaklah sama dengan wanita….” (QS. Ali ‘Imran: 36). Karenanya, mengagungkan slogan “emansipasi wanita” merupakan hal yang menyelisihi Allah dan kitab-Nya. Serta tanpa mereka ketahui, hal tersebut justru telah menjatuhkan kehormatan wanita itu sendiri.

Wanita Sebelum Masa Islam
Wanita pada jaman jahiliyah adalah manusia yang dianggap hina dan hanya sebagai tempat untuk bersenang-senang belaka. Wanita bebas untuk diperjualbelikan. Wanita tidak boleh mendapatkan warisan, bahkan wanita itu sendiri menjadi sesuatu yang diwariskan. (Lihat kitab Al-Mar’ah Qabla wa Ba’dal Islam).

Karena hinanya wanita di kalangan kaum jahiliyah, mereka rela membunuh hidup-hidup anak-anak perempuan mereka, hanya karena mereka seorang wanita sebagaimana yang Allah firmankan (yang artinya), “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl: 58)
Kemudian datanglah Islam yang akhirnya menghapus semua hal tersebut dan diganti dengan kekhususan-kekhususan serta kemuliaan-kemuliaan yang hanya dimiliki kaum wanita.

Kemuliaan Wanita Dalam Islam

[1] Islam menjunjung tinggi martabat wanita
Allah ta’ala tidak membedakan wanita dan laki-laki dalam masalah amal, melainkan keduanya mempunyai kedudukan yang sama jika mempunyai ketakwaan kepada Allah ta’ala. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian (baik laki-laki atau perempuan) disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya.” (QS. Al-Hujurat:13). Dan Allah pun berfirman dalam ayat lain (yang artinya), “Barangsiapa yang mengerjakan amalan shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97). Laki-laki dan wanita jelas berbeda, namun dalam masalah amal dan pahala, Allah menyamakan di antara keduanya.

[2] Wanita adalah ‘sesuatu’ yang wajib dijaga
Laki-laki adalah pemimpin wanita sebagai yang difirmankan Allah (yang artinya), “Kaum lelaki adalah pemimpin atas kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (lelaki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa`: 34). Dan diantara tugas seorang pemimpin adalah membimbing, mengarahkan dan menjaga orang-orang yang dipimpinnya. Karenanya, merupakan suatu kewajiban bagi seorang pemimpin untuk menjaga wanita-wanita mereka.

[3] Wanita tidak dibebani untuk menafkahi dirinya sendiri
Seorang wanita adalah seseorang yang dinafkahi, bukan yang menafkahi sebagaimana yang Allah firmankan (yang artinya): Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik”(QS. Al-Baqarah: 233). Karenanya, merupakan hal yang salah ketika seorang wanita justru menafkahi suaminya. Bahkan merupakan kewajiban bagi pihak laki-laki untuk menafkahi saudara wanitanya jika wanita tersebut ditinggal mati oleh suaminya.

Peran Kaum Laki-Laki dalam Menjaga Kehormatan Wanita

[1] Laki-laki sebagai pemimpin suatu daerah atau Negara
Hendaknya seorang pemimpin memberikan fasilitas-fasilitas yang khusus diberikan kepada kaum wanita, sehingga tidak terjadi campur baur antara lelaki dan wanita sehingga terhindar dari ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sungguh salah seorang dari kalian ditusuk jarum dari besi di kepalanya lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani)

“Telah ditetapkan bagi anak Adam bagiannya dari zina, senantiasa dia mendapatkan hal itu dan tidak mustahil, kedua mata zinanya adalah melihat, kedua telinga zinanya adalah mendengarkan, tangan zinanya adalah menyentuh, kaki zinanya adalah melangkah, dan hati cenderung dan mengangankannya, dan yang membenarkan atau mendustakan semua itu adalah kemaluan.” (HR Bukhari dan Muslim)

[2] Laki-laki sebagai seorang kepala keluarga
Seorang kepala keluarga mempunyai kewajiban menjaga serta mengajarkan keluarganya dari hal-hal yang dilarang oleh sebagaimana firman-Nya (yang artinya): “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At-Tahrim: 6).

Salah satu bentuk penjagaan kepada perempuan adalah dengan menyuruhnya untuk berjilbab dengan benar. “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzâb: 59). Serta melarangnya bersafar seorang diri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan safar sehari semalam kecuali bersama mahramnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

[3] Laki-laki sebagai seorang mukmin
Diantara peran seorang muslim dalam menjaga kehormatan wanita adalah dengan menikahkan mereka, bukan dengan memacari mereka. “Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. An-Nuur: 32)

Dengan menjaga kehormatan wanita terjagalah kehormatan suatu daerah dan bangsa. Karena perbaikan masyarakat dilakukan mulai dari rumah-rumah, yang secara umum hal ini adalah tanggung jawab kaum wanita yang merupakan sosok pengatur di dalam rumahnya.
[Rian Permana*]

* Penulis adalah alumni Ma’had al-’Ilmi Yogyakarta
Readmore »

Description: Jagalah Kehormatan Kaum Wanita Rating: 5 Reviewer: Rizal ItemReviewed: Jagalah Kehormatan Kaum Wanita

ILMU, JALAN MENUJU SURGA

Abud Darda’ radhiyallahu’anhu berkata, “Perumpamaan para ulama di tengah-tengah umat manusia bagaikan bintang-bintang di langit yang menjadi penunjuk arah bagi manusia.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 29)

Dari Abud Darda’ radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu (agama, ed) maka Allah akan membimbingnya ke dalam salah satu jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya karena ridha kepada penuntut ilmu. Sesungguhnya seorang ahli ilmu akan dimintakan ampunan oleh segala yang di langit dan segala yang di bumi, bahkan ikan yang berada di lautan sekalipun. Keutamaan seorang ahli ilmu di atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan di malam purnama di atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan uang dinar ataupun dirham. Akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya sesungguhnya dia telah mendapatkan jatah [warisan] yang sangat banyak.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab al-’Ilmi [3641])

Ilmu Sebelum Berkata dan Berbuat

Ilmu merupakan pondasi tegaknya amalan dan ibadah. Sebagian ulama salaf (terdahulu) berkata, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu maka dia akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 93)

Imam Bukhari rahimahullah membuat bab dalam Shahihnya di dalam Kitab al-’Ilmu sebuah bab dengan judul ‘Ilmu sebelum berkata dan beramal, berdasarkan firman Allah ta’ala (yang artinya), “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- selain Allah.” (QS. Muhammad: 19).’ Beliau berkata, “Allah memulai dengan ilmu.” (lihat Fath al-Bari [1/194])

Ibnul Munayyir rahimahullah berkata, “Beliau -Imam Bukhari- bermaksud untuk menjelaskan bahwa ilmu merupakan syarat benarnya ucapan dan amalan. Sehingga keduanya -ucapan dan amalan- tidak dianggap -benar- tanpanya. Maka ilmu lebih didahulukan daripada keduanya, sebab ilmu menjadi faktor yang meluruskan niat, sedangkan lurusnya niat itulah yang menjadi pelurus amalan…” (lihat Fath al-Bari [1/195])

Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Sesungguhnya amalan jika ikhlas namun tidak benar maka tidak akan diterima. Demikian pula apabila amalan itu benar tapi tidak ikhlas juga tidak diterima sampai ia ikhlas dan benar. Ikhlas itu jika diperuntukkan bagi Allah, sedangkan benar jika berada di atas Sunnah/tuntunan.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19 cet. Dar al-Hadits).

Hakikat Ilmu dan Ulama

Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata kepada para sahabatnya, “Sesungguhnya kalian sekarang ini berada di masa para ulamanya masih banyak dan tukang ceramahnya sedikit. Dan akan datang suatu masa setelah kalian dimana tukang ceramahnya banyak namun ulamanya amat sedikit.” (lihat Qowa’id fi at-Ta’amul ma’al ‘Ulama, hal. 40)

Ilmu tidak diukur semata-mata dengan banyaknya riwayat atau banyaknya pembicaraan. Akan tetapi ia adalah cahaya yang ditanamkan ke dalam hati. Dengan ilmu itulah seorang hamba bisa memahami kebenaran. Dengannya pula seorang hamba bisa membedakan antara kebenaran dengan kebatilan (lihat Qowa’id fi at-Ta’amul ma’al ‘Ulama, hal. 39)

Imam Ibnul A’rabi rahimahullah berkata, “Seorang yang berilmu tidak dikatakan sebagai alim robbani sampai dia menjadi orang yang -benar-benar- berilmu, mengajarkan ilmunya, dan juga mengamalkannya.” (lihat Fath al-Bari [1/197])

Lebih daripada itu, ahli ilmu yang sejati adalah yang senantiasa takut kepada Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang benar-benar merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir: 28). Karena ilmu dan rasa takutnya kepada Allah, para ulama menjadi orang yang paling jauh dari hawa nafsu dan paling mendekati kebenaran sehingga pendapat mereka pun diperhitungkan dalam syari’at Islam (lihat Qowa’id fi at-Ta’amul ma’al ‘Ulama, hal. 52).

Masruq berkata, “Sekadar dengan kualitas ilmu yang dimiliki seseorang maka sekadar itulah rasa takutnya kepada Allah. Dan sekadar dengan tingkat kebodohannya maka sekadar itulah hilang rasa takutnya kepada Allah.” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal, 1/136)

Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Sesungguhnya rasa takut yang sejati adalah tatkala kamu takut kepada Allah dan rasa takut itu menghalangimu dari perbuatan maksiat. Itulah rasa takut yang sebenarnya. Hakikat dzikir adalah kepatuhan kepada Allah. Siapa pun yang patuh kepada Allah maka dia telah berdzikir kepada-Nya. Barangsiapa yang tidak patuh kepada-Nya maka dia bukanlah orang yang berdzikir kepada-Nya, meskipun dia banyak membaca tasbih dan tilawah al-Qur’an.” (lihat Sittu Durar min Ushul Ahli al-Atsar, hal. 31)

Sa’ad bin Ibrahim rahimahullah pernah ditanya; Siapakah ulama yang paling fakih (paham agama, ed) di antara penduduk Madinah? Maka beliau menjawab, “Yaitu orang yang paling bertakwa di antara mereka.” (lihat Ta’liqat Risalah Lathifah, hal. 44).

Nasehat Bagi Para Da’i dan Penimba Ilmu

Sufyan rahimahullah pernah ditanya, “Menuntut ilmu yang lebih kau sukai ataukah beramal?”. Beliau menjawab, “Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk beramal, maka jangan tinggalkan menuntut ilmu dengan dalih untuk fokus beramal, dan jangan tinggalkan amal dengan dalih untuk fokus menuntut ilmu.” (lihat Tsamrat al-’Ilmi al-’Amal, hal. 44-45)

Abud Darda’ radhiyallahu’anhu berkata: Aku tidak takut apabila kelak ditanyakan kepadaku, Hai Uwaimir, apa yang sudah kamu ilmui?”. Namun, aku khawatir jika ditanyakan kepadaku, “Apa yang sudah kamu amalkan dari ilmu yang sudah kamu ketahui?” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal, 1/136)

Ibnu Baththal berkata, “Barangsiapa yang mempelajari hadits demi memalingkan wajah-wajah manusia kepada dirinya (baca: riya’) maka kelak di akherat Allah akan memalingkan wajahnya menuju neraka.” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal, 1/136)

Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang rusak di antara ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan orang Nasrani. Barangsiapa yang rusak di antara ahli ilmu kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan orang Yahudi.” Ibnul Qoyyim mengatakan, “Hal itu dikarenakan orang Nasrani beribadah tanpa ilmu sedangkan orang Yahudi mengetahui kebenaran akan tetapi mereka justru berpaling darinya.” (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 36)

Imam Ibnul Qoyyim rahimahulllah berkata, “… Seandainya ilmu bisa bermanfaat tanpa amalan niscaya Allah Yang Maha Suci tidak akan mencela para pendeta Ahli Kitab. Dan jika seandainya amalan bisa bermanfaat tanpa adanya keikhlasan niscaya Allah juga tidak akan mencela orang-orang munafik.” (lihat al-Fawa’id, hal. 34)

Ibnus Samak rahimahullah berkata, “Wahai saudaraku. Betapa banyak orang yang menyuruh orang lain untuk ingat kepada Allah sementara dia sendiri melupakan Allah. Betapa banyak orang yang menyuruh orang lain takut kepada Allah akan tetapi dia sendiri lancang kepada Allah. Betapa banyak orang yang mengajak ke jalan Allah sementara dia sendiri justru meninggalkan Allah. Dan betapa banyak orang yang membaca Kitab Allah sementara dirinya tidak terikat sama sekali dengan ayat-ayat Allah. Wassalam.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 570)

Wallahu a’lam bish showaab.
Readmore »

Description: ILMU, JALAN MENUJU SURGA Rating: 5 Reviewer: Rizal ItemReviewed: ILMU, JALAN MENUJU SURGA

Recent Posts

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...